Sunday 26 August 2012

ETER



ETER
Ada beberapa cara berbeda untuk menunjukkan bahwa kita dikelilingi oleh udara tapi tidak menyadari bahwa kita hidup di dasar ‘lautan ether’, dan manusia belum mampu mendeteksi aether. Aether memberikan solusi dalam beberapa misteri seperti gelombang elektromagnetik, perjalanan milyaran tahun di alam semesta tanpa kehilangan energi. Alam semesta diisi dengan media transmisi cahaya, yang dikenal dengan ether (aether).

Eter dalam kimia adalah senyawa turunan entah alkohol atau aldehid (rantai karbon yang berikatan dengan O dan H).
Kalau dalam bidang fisika yang dimaksud eter adalah zat yg mengisi ruang angkasa sedemikian hingga gelombang cahaya dapat merambat sebagaimana zat udara/air/benda yang mengantarkan gelombang bunyi atau gelombang getaran mekanik.
Teori eter adalah teori yang menerangkan bahwa seluruh alam raya berada dalam dan diresapi oleh senyawa yang tidak berasa dan tidak berbau dan tidak memeiliki sifat sama sekali, dan muncul begitu saja karena senyawa itu harus ada agar gelombang cahaya bias merambat. Berdasarkan teori tersebut, maka sesuatu itu harus dapat menggelombang. Sesuatu itu adalah eter.
Teori eter merupakan usaha terakhir yang menjelaskan jagat raya melalui penjelasan sesuatu. Menurut teori itu, eter terdapat disemua tempat dan dalam semua benda. Kita hidup dan melakukan percobaan kita dalam lautan eter. Bahan yan paling keras sekalipun, bagi eter, hanya seperti spons bagi air. Semua itu dapat dilalui oleh eter. Meskipun kita bergerak dalam lautan eter, lautan eter tidak goyah sedikitpun. Lautan eter mutlak sama sekali tidak bergerak.  Oleh karena itu, meskipun alasan utama keberadaan eter adalah untuk memberikan sarana bagi cahaya untuk merambat, keberadaan eter juga dapat memecahkan masalah lama dalam menemukan lokasi kordinat inersia, sehingga kerangka acuan dalam hukum mekanika bias benar-benar berlaku. Jika terdapat eter, maka system kordinat yang melekat padanya merupakan system kordinat acuan pembanding sistem yang lain, baik bergerak maupun diam.
Einstein’s Greatest Mistake: Abandonment of the Aether‘ sebuah buku karya Sid Deutsch yang menjelaskan tentang luminiferous ether atau cahaya pembawa ether, teori yang pertama kali dikenalkan oleh Isaac Newton di abad 18, kemudian disempurnakan oleh James Clerk Maxwell pada abad ke-19 dan akhirnya digantikan oleh teori khusus Albert Einstein tentang relativitas (yang paling sederhana didefinisikan sebagai medium untuk propagasi cahaya). Menurut Deutsch, Einstein memiliki pembenaran komputasi adanya dugaan eter, namun memutuskan untuk membuang prinsip karena terlalu rumit melalui kesimpulan logis.
http://tech.dir.groups.yahoo.com/group/fisika_indonesia/message/6086

1 comment:

  1. Mungkin ether itu Tuhan. Makanya ada tapi tidak berbentuk, tidak berasa, tidak terditeksi.. tapi ada.

    ReplyDelete